Teknologi


Jakarta, Alkindyweb.com – Kabar merger Tri Indonesia dan Indosat Ooredoo memang dinilai menjadi angin segar bagi industri telekomunikasi tanah air, yang sudah sekian tahun dihuni banyak pemain.

Tak dipungkiri banyaknya pemain, membuat arus persaingan kian menajam terlebih di era pandemi covid-19 dan juga gap antar operator telekomunikasi kini juga cukup mendasar, baik itu dengan Telkomsel maupun operator lainya.

Kristiono, ketua umum Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) menyambut positif rencana merger terebut, karena dinilai akan menyehatkan pelaku industri.

Baca juga: Merger Tri Dan Indosat, Akan Saling Melengkapi Jangkauan Jaringan   

“Saya kira hal yang bagus, kalau terjadi konsolidasi ini akan memperkuat struktur industri dan menyehatkan pelaku industri itu sendiri. Sehingga pembangunan infrastruktur kedepan akan berjalan lebih baik lagi,” katanya kepada Alkindyweb.com, Rabu (23/11).

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebelumnya terus mendorong agar operator untuk terus konsolidasi, karena jumlah operator terlalu banyak, dan perlu dikerucutkan hingga 3 atau 4 operator. “Ini karena sumber daya frekuensi terbatas, dan biyaya investasi untuk membangun jaringan di seluruh Indonesia itu mahal, dimana rata-rata pengeluaran modal (Capex) operator 28 pct dari pendapatanya,” sambungnya.

Sebelum kabar merger ini, 3 Indonesia dan Smartfren sebelumnya juga telah memutuskan untuk berkonsolidasi tahun lalu, namun gagal menuju kesepakatan. Dan tidak menutup kemungkinan juga dialami oleh Tri Indonesia dan Indosat Ooredoo, karena dilaporkan Bloomberg, pengumuman merger akan segera dilakukan pekan ini. Namun, kepastian struktur perjanjian belum selesai, sementara negosiasi masih bisa ditunda atau bahkan batal.

Baca juga:   Terungkap, Cara AS Lindungi Industri Semikonduktor Dari Kejaran China

Baca juga: Fitch: Pengembalian Spektrum Jadi Hambatan Utama Merger Operator

Konsolidasi memang sudah lama dinantikan operator, namun Heru Sutadi, Direktur Eksekutif ICT Institutemenyampaikan masih banyak penghambat hinggga memunculkan keraguan sebelumnya pasca merger dan akusisi itu terjadi, karena aturan soal frekuensi, penomoran dan adopsi teknologi baru masih belum jelas sebelumnya.

“Dan nampaknya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja memberikan sinyal lampu hijau, serta mengakomodasi pertanyaan-pertanyaan operator telekomunikasi bila merger itu dilakukan. Meski, tetap saja regulasi masih menunggu hasil akhir Rancangan Peraturan Pemerintah Pelaksanaan (RPPP) UU Cipta Kerja Sektor Postelsiar-nya,” kata pengamat, yang juga mantan Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) itu.

Terkait kabar merger Tri Indonesia dan Indosat Ooredoo di tanah air, melalui kesepakatan Hutchison Holdings Ltd asal Hong Kong bersama Ooredoo asal Qatar, yang kabarnya semakin mendekati kesepakatan untuk membangun bisnis telekomunikasi bersama di negara-negara potensial di wilayah Asia Tenggara, masih belum jelas terlihat.

Baca juga:   Siemens, IBM, dan Red Hat Meluncurkan Inisiatif Hybrid Cloud

Baca juga: Pemerintah Dorong Operator Untuk Terus Konsolidasi

“Nilai merger akan tergantung siapa yang diambil, atau model konsolidasi. Membeli 100 persen saham Indosat Ooredoo tentu akan berbeda dengan jika Indosat Ooredoo membeli 100 persen saham 3 Indonesia. Atau, bisa saja keduanya bergabung dan hadirkan perusahaan baru, atau menggunakan nama salah satu operator, kepemilikannya berdua dengan persentase tertentu. Sampai sekarang masih belum jelas, kita tunggu saja apakah pendekatan akan berlanjut atau seperti apa. Sebab biasanya prosesnya juga akan panjang,” kata Heru.

Yang cukup mengelitik, apakah Telkomsel dapat dikalahkan, melalui Merger dua operator tersebut? Heru menegaskan kalau hanya merger Tri Indonesia dan Indosat Ooredoo Tri, Telkomsel masih kuat. Telkomsel hanya bisa disaingi jika Indosat Ooredoo, Tri, XL Axiata dan Smartfren bergabung.

Sekedar informasi, Hutchison Asia Telecommunications yang menjalankan bisnis telko di Indonesia, Vietnam dan Sri Lanka memiliki sekitar 48,8 juta pelanggan aktif. Pasar di Indonesia berkontribusi sekitar HK$ 3,95 miliar (US$ 510 juta) atau sekitar 87% pendapatan Hutch di Asia secara total.

Baca juga:   Dana Gandeng Shipper Hubungkan UMKM ke Jasa Ekspedisi

Baca juga: Catatan Akhir 2020: Menunggu Langkah Tegas Pemerintah Terhadap Operator BWA Tersisa

Sementara saham Indosat (ISAT) yang tercatat di bursa saham Indonesia telah meningkat sekitar 90% sepanjang tahun ini. Itu membuat valuasi pasar ISAT sekitar US$ 2,2 miliar. Bisnis ISAT di Indonesia mampu memberi kontribusi sekitar 23% dari total pendapatan Ooredoo sebelum pajak, bunga, depresiasi dan amortisasi pada 2019.

Dikutip dari Info Memo Laporan Keuangan Telkom untuk kuartal III-2020, pemimpin pasar seluler nasional ini sepanjang sembilan bulan pertama 2020 meraih pendapatan sebesar Rp65,134 triliun. Pendapatan Telkomsel berasal dari bisnis legacy (suara dan SMS) sebesar 17,47 triliun, sementara kontribusi dari digital business mencapai 73,2% dari total pendapatan Telkomsel selama sembilan bulan 2020.

Per September 2020, Telkomsel memiliki 170,1 juta pelanggan. Sekitar 117,3 juta diantaranya pengguna layanan data yang didukung 228.411 BTS dimana 100.190 diantaranya BTS 4G. Average Revenue Per User (ARPU) di tutup kuartal tiga 2020 berhasil dijaga di kisaran Rp45 ribu.



Sumber artikel

Author

admin

Leave a comment

Your email address will not be published.

%d bloggers like this: